Kamis, 27 Agustus 2015
Jumat, 26 September 2014
PERMASALAHAN PENDIDIKAN
14.29
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penididikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap
manusia dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan
manusia. Dalam kondisi apapun manusia tidak dapat menolak efek dari penerapan pendidikan.
Pendidikan diambil dari kata dasar
didik, yang ditambah imbuhan menjadi mendidik. Mendidik berarti memlihara atau
memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dari pengertian ini
didapat beberapa hal yang berhubungan dengan Pendidikan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan
adalah suatu usaha manusia untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau
sekolompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan. Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha manusia untuk
memanusiakan manusia itu sendiri. Dalam
penididkan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. Kedua subjek itu
adalah pendidik dan subjek didik. Subjek-subjek itu tidak harus selalu manusia,
tetapi dapat berupa media atau alat-alat pendidikan. Sehingga pada pendidikan
terjadi interaksi antara pendidik dengan subjek didik guna mencapai tujuan
pendidikan.
Menurut wadah yang menyelenggarakan pendidikan, pendidikan dapat
dibedakan menjadi pendidikan formal, informal dan nonformal.
Pendidikan formal adalah segala bentuk pendidikan atau pelatihan yang
diberikan secara terorganisasi dan berjenjang, baik bersifat umum maupun
bersifat khusus. Contohnya adalah pendidikan SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi
negeri ataupun swasta. Pendidikan Informal dalah jenis pendidikan atau
pelatihan yang terdapat di dalam keluarga atau masyarkat yang diselenggarakan
tanpa ada organisasi tertentu(bukan organisasi). Pendidkan nonformal adalah
segala bentuk pendidikan yan diberikan secara terorganisasi tetapi diluar wadah
pendidikan formal.
Pada makalah ini, akan dikaji
hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan formal yang diselenggarakan di
Indonesia.
Pada dasarnya setiap kegiatan
yang dilakukan akan menimbulkan dua macam dampak yang saling bertentangan. Kedua
dampak itu adalah dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif adalah
segala sesuatu yang merupakan harapan dari pelaksanaan kegiatan tersebut, dengan
kata lain dapat disebut sebagai ’Tujuan’. Sedangkan dampak negatif adalah
segala sesuatu yang bukan merupakan harapan dalam pelaksanaan kegitan tersebut,
sehingga dapat disebut sebagai hambatan atau masalah yang ditimbulkan.
Jika peristiwa di atas
dihubungkan dengan pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan akan menimbulkan
dampak negatif yang disebut sebagai masalah dan hambatan yang akan dihadapi.
Hal ini akan lebih tepat bila disebut sebagai permasalahan Pendidikan.
Istilah permasalahan
pendidikan diterjemahkan dari bahasa inggris yaitu “problem“. Masalah adalah
segala sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Sedangkan kata
permasalahan berarti sesuatu yang dimasalahkan atau hal yang dimasalahkan. Jadi
Permasalahan pendidikan adalah segala-sesuatu hal yang merupakan masalah dalam
pelaksanaaan kegiatan pendidikan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa Permasalahan Pendidikan Indonesia adalah segala macam bentuk masalah yang
dihadapi oleh program-program pendidikan di negara Indonesia. Seperti yang
diketahui dalam TAP MPR RI No. II/MPR/1993 dijelaskan bahwa program utama
pengembangan pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut.
- Perluasan
dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan
- Peningkatan
mutu pendidikan
- Peningkatan
relevansi pendidikan
- Peningkatan
Efisiensi dan efektifitas pendidikan
- Pengembangan
kebudayaan
- Pembinaan
generasi muda
Adapun masalah yang dipandang
sangat rumit dalam dunia pendidikan adalah sebagai berikut.
- Pemerataan
- Mutu dan Relevansi
- Efisiensi dan efektivitas
Setiap masalah yang dihadapi disebabkan oleh faktor-faktor pendukungnya
adapun faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya 4 masalah di atas adalah
sebagai berikut.
- Ilmu Pengeahuan dan Teknologi (IPTEK)
- Laju Pertumbuhan penduduk
- Kelemahan guru/dosen (tenaga pengajar) dalam menangani
tugas yang dihadapinya, dan ketidakfokusan peserta didik dalam menjalani
proses pendidikan (Permasalahan Pembelajaran).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut.
a.
Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Pengantar Pendidikan UNIVERSITAS
NEGERI SURABAYA.
b.
Sebagai bentuk perhatian Mahasiswa terhadap masalah
pendidikan yang dihadapi Indonesia .
c.
Suatu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia .
d.
Membantu dalam membahas dan menanggulangi masalah yang
dihadapi di dalam dunia pendidikan.
1.3 Rumusan Masalah
Permasalahan pendidikan adalah suatu masalah yang sangat komplek. Apabila ditelaah lebih jauh, maka kita
akan menemukan sekumpulan hal-hal rumit yang sangat susah untuk disiasati. Masalah
yang dihadapi tersebut akan lebih susah jika saling berkait satu sama lain.
Oleh sebab itu, di dalam
makalah ini penulis akan memberikan gambaran penting mengenai kumpulan
masalah-masalah yang akan di bahas dalam makalah ini. Berikut ini adalah bagan
mengenai masalah-masalah yang akan dibahas.
Bagan di atas merupakan
gambaran mengenai masalah yang akan dibahas dalam makalah ini. Jika terdapat
suatu hal yang berada diluar ruang lingkup permasalahan, maka masalah tersebut
tidak akan dibahas di dalam makalah ini.
1.4 Manfaat Penulisan Makalah
Berikut ini kan dijabarkan
mengenai manfaat-manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini.
a. Membangun kualitas pendidikan kearah yang
lebih baik.
b. Menelaah masalah-masalah pendidikan yang
dihadapi.
c. Memberikan inovasi baru dalam menghadapi
masalah pendidikan
d. Batu loncatan kepada pendidikan yang lebih
baik.
e.
Membangun cara belajar yang lebih efektif.
Demikianlah manfaat-manfaat
yang dapat diambil dari pembutaan makalah ini.
BAB II
PERMASALAHAN PENDIDIKAN
2.1 Masalah Pokok Pendidikan
Permasalahan pendidikan merupakan suatu kendala yang menghalangi
tercapainya tujuan pendidikan. Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang
merupakan permasalahan pendidikan di Indonesia. Adapun permasalahan tersebut
adalah sebagai berikut.
1.
Pemerataan Pendidikan
2.
Mutu dan Relevansi Pendidikan
3.
Efisiensi dan Efektifitas Pendidikan
Berikut ini adalah penjelasan-penjelasan mengenai 3 poin permasalahan
pendidikan di atas.
2.1.1 Pemerataan Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti:
1) meliputi seluruh bagian, 2) tersebar kesegala penjuru, dan 3) sama-sama
memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan
perbutan melakukan pemerataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan
adalah suatu proses, cara dan perbuatan melakukan pemerataan terhadap
pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan
pelaksanaan pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan yang
merata adalah pelaksanaan program
pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh
warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan. Pemerataan dan
perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan keempatan belajar merupakan
salah satu sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan
agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama unutk memperoleh pendidikan.
Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut jenis kelamin, status sosial, agama, amupun
letak lokasi geografis.
Dalam propernas tahun
2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan
pendidikan pada poin pertama menyebutkan:
“Mengupayakan perluasan dan
pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat
Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan
peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti“. Dan pada salah satu tujuan pelaksanaan
pendidikan Indonesia adalah untuk pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan
bagi setiap warga negara.
Dari penjelasan tersebut dapat
dilihat bahwa Pemerataan Pendidikan merupakan tujuan pokok yang akan diwujudkan.
Jika tujuan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka pelaksanaan pendidikan belum
dapat dikatakan berhasil. Hal inilah yang menyebabkan masalah pemerataan
pendidikan sebagai suatu masalah yang paling rumit untuk ditanggulangi.
Permasalahan Pemerataan dapat
terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal ini
menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah.
Selain itu masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya
suatu lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja
terjadi jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah
tidak menjangkau daearh-daerah terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan
mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam
pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Permasalahan pemerataan pendidikan
dapat ditanggulangi dengan menyediakan fasilitas dan sarana belajar bagi setiap
lapisan masyarakat yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian sarana dan
prasrana pendidikan yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan setransparan
mungkin, sehingga tidak ada oknum yang dapat mempermainkan program yang
dijalankan ini.
2.1.2 Mutu dan Relevansi Pendidikan
Mutu sama halnya dengan
memiliki kualitas dan bobot. Jadi pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan
pendidikan yang dapat menghsilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan
negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait
mangait, dan berguna secara langsung.
Sejalan dengan proses
pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk setiap jenjang pendidikan melalui
persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini diarahkan kepada
peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan
anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan.
Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor terpenting yang mempengaruhi adalah
mutu proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang
berkualitas. Hasil-hasil pendidikan juga belum didukung oleh sistem pengujian
dan penilaian yang melembaga dan independen, sehingga mutu pendidikan tidak
dapat dimonitor secara ojektif dan teratur.Uji banding antara mutu pendidikan
suatu daerah dengan daerah lain belum dapat dilakukan sesuai dengan yang
diharapkan. Sehingga hasil-hasil penilaian pendidikan belum berfungsi
unutk penyempurnaan proses dan hasil pendidikan.
Selain itu, kurikulum sekolah
yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses belajar menjadi kaku
dan tidak menarik. Pelaksanaan pendidikan seperti ini tidak mampu memupuk
kreatifitas siswa unutk belajar secara efektif. Sistem yang berlaku pada saat
sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan
pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif.
Akibat dari pelaksanaan
pendidikan tersebut adalah menjadi sekolah cenderung kurang fleksibel, dan
tidak mudah berubah seiring dengan perubahan waktu dan masyarakat. Pada
pendidikan tinggi, pelaksanaan kurikulum ditetapkan pada penentuan cakupan
materi yang ditetapkan secara terpusat, sehingga perlu dilaksanakan perubahan
kearah kurikulum yang berbasis kompetensi, dan lebih peka terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Rendahnya mutu dan relevansi
pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian
dapat dilihat dari kualifikasi belajar yang dapat dicapai oleh guru dan dosen
tersebut. Dibanding negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga
pengajar pendidikan tinggi di Indonesia
memiliki masalah yang sangat mendasar.
Melihat permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah kerja sama antara
lembaga pendidikan dengan berbagai organisasi masyarakat. Pelaksanaan kerja
sama ini dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dilihat jika suatu lembaga
tinggi melakukan kerja sama dengan lembaga penelitian atau industri, maka
kualitas dan mutu dari peserta didik dapat ditingkatkan, khususnya dalam bidang
akademik seperti tekonologi industri.
2.1.3
Efisiensi
dan Efektifitas Pendidikan
Sesuai dengan pokok permasalahan pendidikan yang ada selain sasaran
pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan, maka ada satu masalah
lain yang dinggap penting dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu efisiensi dan
efektifitas pendidikan. Permasalahan efisiensi pendidikan dipandang dari segi
internal pendidikan. Maksud efisiensi adalah apabila sasaran dalam bidang
pendidikan dapat dicapai secara efisien atau berdaya guna. Artinya pendidikan
akan dapat memberikan hasil yang baik dengan tidak menghamburkan sumberdaya
yang ada, seperti uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
Pelaksanaan proses pendidikan yang efisien adalah apabila pendayagunaan
sumber daya seperti waktu, tenaga dan biaya tepat sasaran, dengan lulusan dan
produktifitas pendidikan yang optimal. Pada saat sekarng ini, pelaksanaan
pendidikan di Indonesia
jauh dari efisien, dimana pemanfaatan segala sumberdaya yang ada tidak
menghasilkan lulusan yang diharapkan. Banyaknya pengangguran di Indonesia
lebih dikarenakan oleh kualitas pendidikan yang telah mereka peroleh.
Pendidikan yang mereka peroleh tidak menjamin mereka untuk mendapat pekerjaan
sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka jalani.
Pendidikan yang efektif adalah pelaksanaan pendidikan dimana hasil yang
dicapai sesuai dengan rencana / program yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika
rencana belajar yang telah dibuat oleh dosen dan guru tidak terlaksana dengan
sempurna, maka pelaksanaan pendidikan tersebut tidak efektif.
Tujuan dari pelaksanaan pendidikan adalah untuk mengembangkan kualitas
SDM sedini mungkin, terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya. Dari tujuan tersebut, pelaksanaan pendidikan Indonesia
menuntut untuk menghasilkan peserta didik yang memeiliki kualitas SDM yang
mantap. Ketidakefektifan pelaksanaan pendidikan tidak akan mampu menghasilkan
lulusan yang berkualitas. Melainkan akan menghasilkan lulusan yang tidak
diharapkan. Keadaan ini akan menghasilkan masalah lain seperti pengangguran.
Penanggulangan masalah pendidikan ini dapat dilakukan dengan peningkatan
kulitas tenaga pengajar. Jika kualitas tenaga pengajar baik, bukan tidak
mungkin akan meghasilkan lulusan atau produk pendidikan yang siap untuk
mengahdapi dunia kerja. Selain itu, pemantauan penggunaan dana pendidikan dapat
mendukung pelaksanaan pendidikan yang efektif dan efisien. Kelebihan dana dalam pendidikan lebih
mengakibatkan tindak kriminal korupsi dikalangan pejabat pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir dengan baik juga dapat
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendidikan. Pelaksanaan kegiatan
pendidikan seperti ini akan lebih bermanfaat dalam usaha penghematan waktu dan
tenaga.
2.2 Faktor Pendukung Masalah Pendidikan
Masalah pokok pendidikan akan
terjadi di dalam dalam bidang pendidikan itu sendiri. Jika di analisis lebih
jauh, maka sesungguhnya permasalahan pendidikan berkaitan dengan beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya masalah itu. Adapun faktor-faktor yang dapat
menimbulkan permasalahan pokok pendidikan tersebut adalah sebagai berikut.
1.
IPTEK
2.
Laju Pertumbuhan Penduduk
3.
Permasalah Pembelajaran
2.2.1 IPTEK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini berdampak pada
pendidikan di Indonesia .
Ketidaksiapan bangsa menerima perubahan zaman membawa perubahan tehadap mental
dan keadaan negara ini. Bekembangnya ilmu pengetahuan telah membentuk teknologi
baru dalam segala bidang, baik bidang social, ekonomi, hokum, pertanian dan
lain sebagainya.
Sebagai negara berkembang Indonesia
dihadapkan kepada tantangan dunia global. Dimana segala sesuatu dapat saja
berjalan dengan bebas. Keadaan seperti ini akan sangat mempengaruhi keadaan
pendidikan di Indonesia. Penemuan teknologi baru di dalam dunia pendidikan,
menuntut Indonesia
melakukan reformasi dalam bidang pendidikan. Pelaksanaan reformasi tidaklah
mudah, hal ini sangat menuntut kesiapan SDM Indonesia untuk menjalankannya.
2.2.2 Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan yang sangat pesat akan berpengaruh tehadap masalah
pemerataan serta mutu dan relevansi pendidikan. Pertumbuhan penduduk ini akan
berdampak pada jumlah peserta didik. Semakin besar jumlah pertumbuhan penduduk,
maka semakin banyak dibutuhkan sekolah-sekolah unutk menampungnya. Jika daya
tampung suatu sekolah tidak memadai, maka akan banyak peserta didik yang
terlantar atau tidak bersekolah. Hal ini akan menimbulkan masalah pemerataan
pendidikan.
Tetapi apabila jumlah dan daya tampung suatu sekolah dipaksakan, maka
akan terjadi ketidakseimbangan antara tenaga pengajar dengan peserta didik.
Jika keadaan ini dipertahankan, maka mutu dan relevansi pebdidikan tidak akan
dapat dicapai dengan baik.
Sebagai negara yang berbentuk kepulauan, Indonesia dihadapkan kepada masalah
penyebaran penduduk yang tidak merata. Tidak heran jika perencanaan, sarana dan
prasarana pendidikan di suatu daerah terpencil tidak terkoordinir dengan baik.
Hal ini diakibatkan karena lemahnya kontrol pemerintah pusat terhadap daerah
tersebut. Keadaan seperti ini adalah masalah lainnya dalam bidang pendidikan.
Keterkaitan antar masalah ini akan berdampak kepada keadaan pendidikan Indonesia .
2.2.3 Permasalahan Pembelajaran
Pelaksanaan kegiatan belajar adalah sesuatu yang sangat penting dalam
dunia pendidikan. Dalam kegiatan belajar formal ada dua subjek yang
berinteraksi, Yaitu pengajar/pendidik (guru/dosen) dan peserta didik (
murid/siswa, dan mahasiswa).
Pada saat sekarang ini, kegiatan pembelajaran yang dilakukan cenderung
pasif, dimana seorang pendidik selalu menempatkan dirinya sebagai orang yang
serba tahu. Hal ini akan menimbulkan kejengahan terhadap peserta didik.
Sehingga pembelajaran yang dilakukan menjadi tidak menarik dan cenderung
membosankan. Kegiatan belajar yang terpusat seperti ini merupakan masalah yang
serius dalam dunia pendidikan.
Guru / dosen yang berpandangan kuno selalu menganggap bahwa tugasnya
hanyalah menyampaikan materi, sedangakan tugas siswa/mahasiswa adalah mengerti
dengan apa yang disampaikannya. Bila peserta didik tidak mengerti, maka itu
adalah urusan mereka. Tindakan seperti ini merupakan suatu paradigma kuno yang
tidak perlu dipertahankan.
Dalam hal penilaian, Pendidik menempatkan dirinya sebagai penguasa nilai.
Pendidik bisa saja menjatuhkan, menaikan, mengurangi dan mempermainkan nilai
perolehan murni seorang peserta didik. Pada satu kasus di pendidikan tinggi, dimana
seorang dosen dapat saja memberikan nilai yang diinginkannya kepada mahasiswa tertentu,
tanpa mengindahkan kemampuan atau skill yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut. Proses
penilaian seperti sungguh sangat tidak relevan.
2.3
Penanggulangan Masalah Pembelajaran
Penanggulangan masalah pembelajaran ini lebih diarahkan kepada pokok
permasalahan pendidikan di atas.
2.3.1 Gaya
Belajar
Untuk menanggulangi masalah pembelajaran ini, diperlukan pelaksanaan
kegiatan belajar baru yang lebih menarik. Gaya
belajar dapat dilakukan dalam 3 bentuk, dan dilaksanakan pada saat yang
bersamaan. Yaitu belajar secara Somatis, Auditori dan Visual.
- Somatis
Somatic
bersal dari bahasa Yunani, yang berarti tubuh. Jadi belajar somatis dapat
disebut sebagai balajar dengan menggunakan indra peraba, kinestetis, praktis, dan
melibatkan fisik serta menggunakan dan menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Dalam
pelaksanaan kegiatan belajar pada saat ini otak merupkan organ tubuh yang
paling dominan. Pembelajaran yang dilakukan seperti merupakan kegiatan yang
sangat keliru.
Anak-anak
yang bersifat somatis tidak akan mampu untuk duduk tenang. Mereka harus
menggerakkan tubuh mereka untuk membuat otak dan pikiran mereka tetap hidup.
Anak-anak seperti ini disebut sebagai “Hiperaktif“. Pada sejumlah anak, sifat
hiperaktif itu normal dan sehat. Namun yang dijumpai pada anak-anak hiperaktif
adalah penderitaan, dimana sekolah mereka tidak mampu dan tidak tahu cara
memperlakukan mereka. Aktivitas anak-anak yang hiperaktif cenderung dianggap
mengganggu, tidak mampu belajar dan mengancam ketertiban proses pembelajaran.
Dalam satu
penelitian disebutkan bahwa “jika tubuhmu tidak bergerak, maka otakmu tidak
beranjak“. Jadi menghalangi gaya belajar anak somatis dengan menggunakan tubuh
sama halnya dengan menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya. Mungkin dalam
beberapa kasus, sistem pendidikan dapat membuat cacat belajar anak, dan bukan
menggangu jalannya pembelajaran.
- Auditori
Pikiran
auditori lebih kuat dari yang kita sadari. Telinga terus menerus menangkap dan
menyimpan informasi auditori, dan bahkan tanpa kita sadari. Begitu juga ketika
kita berbicara, area penting dalam otak kita akan menjadi aktif.
Semua
pembelajaran yang memiliki kecenderungan auditori, belajar dengan menggunakan
suara dari dialog, membaca dan menceritakan kepada orang lain. Pada saat
sekarang ini, budaya auditori lambat laun mulai menghilang. Seperti adanya
peringatan jangan berisik di perpustakaan telah menekan proses belajar secara
auditori.
- Visual
Ketajaman
visual merupakan hal yang sangat menonjol bagi sebagian peserta didik.
Alasaannya adalah bahwa dalam otak seseorang lebih banyak perangkat untuk
memproses informasi visual daripada semua indra yang lain.
Setiap orang
yang cenderung menggunakan gaya belajar visual akan lebih mudah belajar jika
mereka melihat apa yang dibicarakan olah guru atau dosen. Peserta didik yang
belajar secara visual akan menjadi lebih baik jiak dapat melihat contoh dari
dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan gambaran mengenai suatu
konsep pembahasan.
Peserta didik yang belajar secara visual ini,
akan lebih baik jika mereka menciptakan peta gagasan, diagram, ikon dan gambar
lainnya dengan kreasi mereka sendiri.
2.3.2 Gaya Mengajar
Pelaksanaan pembelajaran sangat
ditunjang oleh keahlian pendidik dalam mengatur suasana kelasnya. Seringkali
dalam proses penyampaian materi, pendidik langsung mengajar apa adanya. Ada
pendidik yang tidak mau memikirkan cara menyampaikan materi pelajaran yang akan
dibahasnya. Menyampaikan materi bukan hanya sekedar berbicara di depan kelas
saja, tetapi suatu cara dan kemampuan
untuk membawakan materi pelajaran menjadi suatu bentuk presentasi yang menarik,
menyenangkan, mudah dipahami dan diingat oleh peserta didik. Dalam hal ini,
komunikasi menjadi lebih penting. Dengan komunikasi seseorang bisa mengerti
dengan apa yang dibicarakan.
Komunikasi yang efektif tidak
berarti pasti dan harus dapat menjangkau 100%. Komunikasi yang efektif berarti
mengerti dengan tanggung jawab dalam proses menyampaikan pemikiran, penjelasan,
ide, pandangan dan informasi. Dalam komunikasi pembelajaran, sering dijumpai
permasalahan, yaitu masalah mengerti dan tidak mengerti. Jika peserta didik
tidak mengerti dengan apa yang disampaikan pendidik, maka tanggung jawab
seorang pendidiklah untuk membuat mereka menjadi lebih mengerti.
Jika dulu pendidik dipandang
sebagai sumber informasi utama, maka pada saat sekarang ini pandangan seperti
itu perlu disingkirkan. Sumber-sumber informasi pada abad ini telah menimbulkan
kelebihan informasi bagi setiap manusia di muka bumi ini. Informasi yang
tersedia jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan. Hal inilah yang menyebabkan
peninjauan kembali terhadap gaya belajar masa kini.
Oleh karena itu peran utama
seorang pendidik perlu diperbaharui. Peran pendidik seharusnya adalah sebagai fasilitator dan katalisator.
Peran guru sebagai fasilitator
adalah menfasilitasi proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Dalam hal
ini, peserta didik harus berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap hasil
pembelajaran. Karena sebagai fasilitator, maka posisi peserta didik dan pendidik
adalah sama.
Sedangkan peran pendidik
sebagai katalisator adalah dimana pendidik membantu anak-anak didik dalam
menemukan kekuatan, talenta dan kelebihan mereka. Pendidik bergerak
sebagai pembimbing yang membantu, mangarahkan dan mengembangkan aspek
kepribadian, karakter emosi, serta aspek intelektual peserta didik. Pendidik
sebagai katalisator juga berarti mampu menumbuhkan dan mengembangkan rasa cinta
terhadap proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajran yang diinginkan dapat
terjadi secara optimal.
Gaya mengajar seperti ini akan
lebih bermanfaat dalam proses peningkatan mutu, kualitas, efektifitas dan
efisiensi pendidikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari
makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Dalam usaha
pemerataan pendidikan, diperlukan pengawasan yang serius oleh pemerintah. Pengawasan
tidak hanya dalam bidang anggaran pendidikan, tetapi juga dalam bidang mutu,
sarana dan prasarana pendidikan. Selain itu, perluasan kesempatan belajar pada
jenjang pendidikan tinggi merupakan kebijaksanaan yang penting dalam usaha
pemerataan pendidikan.
2. Pendidikan (dengan Bidang terkait) dalam
usaha pengendalian laju pertumbuhan penduduk sangat diperlukan. Pelaksaaan
program ini dapat ditingkatkan dengan mengakampanyekan program KB dengan
sebaik-baiknya hingga pelosok negeri ini.
3. Pelaksanaan program belajar dan mengajar
dengan inovasi baru perlu diterapkan. Hal ini dilakukan karena cara dan sistem
pengajaran lama tidak dapat diterapkan lagi.
4. Sistem pendidikan Indonesia dapat berjalan
dengan lancar jika kerja sama antara unsur-unsur pendidikan berlangsung secara
harmonis. Pengawasan yang dilakukan pemerintah dan pihak-pihak pendidikan
terhadap masalah anggaran pendidikan akan dapat menekan jumlah korupsi dana di
dalam dunia pendidikan.
5. Peningkatan mutu pendidikan akan dapat
terlaksana jika kemampuan dan profesionalisme pendidik dapat ditingkatkan.
3.2 Saran
Adapun saran-saran dalam makalah permasalahan pendidikan ini adalah
sebagai berikut.
1.
Perlu dilakukan perubahan yang lebih mengarah pada
kurikulum berbasis kompetensi, serta lebih adaptif terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan Dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat pada saat ini.
2.
Perlunya ditingkatkan kualitas pendidik dalam usaha
Peningkatan mutu pendidikan. Hal ini dapat dilakukan dengan meggunakan metoda
baru dalam pelaksanaan pembelajaran.
TOKOH DAN TEORI KONFLIK
13.53
1 comment
BAB I
PENDAHULUAN
A.
PENGERTIAN
KONFLIK
Konflik adalah suatu proses antara
dua orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan cara menghancurkannya atau membuatnya menjadi tidak berdaya. Konflik itu
sendiri merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat maupun yang tidak
pernah mengalami konflik antar anggota atau antar kelompok masyarakat lainnya,
konflik itu akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik yang dapat terkontrol akan menghasilkan integrasi yang baik, namun
sebaliknya integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan suatu konflik.
konflik organisasi menurut Robbins (1996)
adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara
dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh terhadap pihak-pihak yang
terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Pandangan ini dibagi
menjadi 3 bagian menurut Robbin yaitu :
Ø Pandangan tradisional.
Pandangan
ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif,
merugikan, dan harus dihindari. Konflik ini suatu hasil disfungsional akibat
komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan diantara orang-orang dan
kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan
tersebut.
Ø Pandangan kepada hubungan manusia.
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap
sebagai sesuatu peristiwa yang wajar terjadi didalam suatu kelompok atau
organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena
didalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau
pendapat. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang
bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi tersebut.
Ø Pandangan interaksionis.
Pandangan
ini menyatakan bahwa mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya suatu
konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai dan
serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif dan tidak inovatif.
Oleh karena itu, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara
berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat
dan kreatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KARL MARX
Marx hidup
setelah dua revolusi besar yaitu setelah revolusi Industri Inggris dan revolusi
Kelas Borjuis Perancis.revolusi Borjuis di Perancis membuat Kelas Borjuis
berkuasa atas kekuasaan politik dan ekonomi yang sebelumnya hanya dikuasai oleh
para bangsawan-bangsawan Monarki Perancis. Di antara
para perintis teori konflik, Karl Marx dipandang sebagai tokoh utama dan yang
paling controversial yang menjelaskan
sumber-sumber konflik serta pengaruhnya terhadap peningkatan perubahan sosial
secara revolusioner. Marx mengatakan bahwa potensi-potensi konflik terutama
terjadi dalam bidang pekonomian, dan ia pun memperlihatkan bahwa perjuangan
atau konflik juga terjadi dalam bidang distribusi prestise/status dan kekuasaan
politik.
Segi-segi pemikiran filosofis Marx berpusat pada usaha untuk membuka kedok
sistem nilai masyarakat, pola kepercayaan dan bentuk kesadaran sebagai ideologi
yang mencerminkan dan memperkuat kepentingan kelas yang berkuasa. Meskipun
dalam pandangannya, orientasi budaya tidak seluruhnya ditentukan oleh struktur
kelas ekonomi, orientasi tersebut sangat dipengaruhi dan dipaksa oleh struktur
tersebut. Tekanan Marx pada pentingnya kondisi materiil seperti terlihat dalam
struktur masyarakat, membatasi pengaruh budaya terhadap kesadaran individu para
pelakunya.
Terdapat beberapa segi kenyataan sosial yang Marx tekankan, yang tidak
dapat diabaikan oleh teori apa pun yaitu antara lain adalah, pengakuan terhadap
adanya struktur kelas dalam masyarakat, kepentingan ekonomi yang saling
bertentangan diantara orang-orang dalam kelas berbeda, pengaruh yang besar dari
posisi kelas ekonomi terhadap gaya hidup seseorang serta bentuk kesadaran dan
berbagai pengaruh dari konflik kelas dalam menimbulkan perubahan struktur
sosial, merupakan sesuatu hal yang sangat penting.
Marx lebih cenderung melihat nilai dan norma budaya sebagai ideologi yang
mencerminkan usaha kelompok-kelompok dominan untuk membenarkan berlangsungnya
dominasi mereka. Selanjutnya, mereka pun berusaha mengungkapkan berbagai
kepentingan yang berbeda dan bertentangan yang mungkin dikelabui oleh munculnya
konsensus nilai dan norma. Apabila konsensus terhadap nilai dan norma ada, para
ahli teori konflik menduga bahwa konsensus itu mencerminkan kontrol dari
kelompok dominan dalam masyarakat terhadap berbagai media komunikasi (seperti lembaga
pendidikan dan lembaga media massa), dimana kesadaran individu dan komitmen
ideologi bagi kepentingan kelompok dominan dibentuk.
B.
LEWIS COSER
Selama lebih
dari dua puluh tahun Lewis A. Coser
tetap terikat pada model sosiologi dengan tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat
yang sama dia menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang
konflik sosial.
Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi yang
menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori
konflik), coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua
pendekatan tersebut.
Akan tetapi
para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan analisis konflik sosial, mereka melihatnya
konflik sebagai penyakit bagi kelompok sosial. Coser memilih untuk menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara
potensial positif yaitu membentuk serta mempertahankan struktur suatu kelompok tertentu.
Coser mengembangkan perspektif konflik karya ahli sosiologi Jerman George Simmel.
Inti
Pemikiran
Konflik
dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan
dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis
batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat
memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke
dalam dunia sosial sekelilingnya.
Seluruh
fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok
yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan
pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan praktik- praktik ajaran katolik
pra- Konsili Vatican II) dan gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja
Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). Perang yang terjadi bertahun-
tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel.
Coser
melihat katup penyelamat berfungsi
sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan-
hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam. Katup
Penyelamat (savety-value) ialah salah
satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari
kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat merupakan sebuah institusi
pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau
struktur.
Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:
ü Konflik
Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-
tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan
keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap
mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka
berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.
ü Konflik Non-
Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan
saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan,
paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang
buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan
lain-lain.
Menurut Coser terdapat suatu
kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik realistis tanpa sikap permusuhan
atau agresi. Akan
tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka
pemisahan (antara konflik realistis dan
non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan. Coser mennyatakan
bahwa, semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih saying yang sudah
tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang
mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan sekunder, seperti
misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan.
Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer dimana
keterlibatan total para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian
merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Apabila konflik tersebut benar- benar
melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang membahayakan hubungan
tersebut.
C.
RALF
DAHRENDORF
Teori Konflik dan Teori
Konsensus
Walaupun Persons juga
mengembangkan teori konflik yang tak begitu ia jelaskan tapi pandangannya lebih
mengarah pada teori konsensus. Karena masyarakat memiliki dua muka yaitu
konsensus dan konflik, maka ada beberapa teoritisi yang mengembangkan muka-muka
tersebut. Seperti halnya Lewis Cosser dan Randall Collins, Ralf Dahrendorf
pun berusaha menyuguhkan teori konflik yang dianggap sangat berpengaruh pada
perkembangan masyarakat.
Buku yang ia karang membuatnya
dikenal oleh masyarakat yaitu ‘Class and Class Conflik
in Industrial Society”. Buku ini berisi rangkaian argument
dan beberapa kasus tentang teory konflik yang dianggap berbeda dengan teori
konsensus yang lebih kita kenal dengan teori struktural fungsional. Dalam
pandangan kaum fungsionalis konflik dianggap merusak tatanan masyarakat seperti
Durkheim, Merton dan Persons. Pandangan kaum fungsionalis tadi sangat bertolak
belakang dengan para penganut konflik yang menganggap konflik adalah suatu pola
interaksi yang dianggap perlu sebagai dasar dari adanya suatu interaksi.
Karya-karya Dahrendorf
pada umumnya banyak terinspirasi oleh karya- karya Marx dan wujud dari protes
Dahrendorf akan kaum Marxian, walaupun keduanya dianggap berlawanan. Tetapi
dalam buku yang ia karang Class and Class Conflik in
Industrial Society dia berargumen banyak tentang teory Marxian
yang ia pertentangkan tetapi memiliki banyak persamaan yang tidak mau ia akui.
Meskipun kedua teori memiliki
dasar-dasar atau pandangan-pandangan tersendiri, tetapi semua teori-teori ini
akan menjadikan sosiologi menjadi lebih berkembang dengan periode-periode yang
telah dijalani. Bahkan banyak para pemikir- pemikir mengeluarkan argumen
tentang pandangan-pandangannya dengan para pemikir yang lain yang membuat
sosiologi sebagai dasar dari sebuah pemikiran yang bisa diperdebatkan.
Teori konflik adalah suatu tatanan sosial yang
dilihat sebagai manipulasi dan kontrol dari sekelompok orang yang dominan dan
menganggap perubahan sosial terjadi secara cepat. Sedangkan pada teori
konsensus adalah suatu persamaan nilai dan norma yang dianggap penting bagi
perkembangan masyarakat.
D.
RANDALL
COLLINS
Sempitnya wawasan pengetahuan tentang hakikat makna agama, kurangnya
pengertian dan kesadaran akan makna perbedaan sebagai hukum alam (Sunnatullah), dapat menimbulkan konflik
antar pemeluk agama, atau penganut faham intern umat beragama. Konflik
adalah suatu pertentangan yang timbul dalam masyarakat, baik individu ataupun
kelompok, karena adanya perbedaan cara pandang, adanya perbedaan kepentingan,
yang pasti karena adanya perbedaan latar belakang sosial budaya; berbeda latar
belakang pengetahuan, keyakinan, norma dan nilai-nilai yang dianutnya.
Perbedaan sesungguhnya tidak harus selalu menimbulkan pertentangan, jika
masing-masing pihak yang merasa berbeda memiliki wawasan yang luas, cara
berfikir yang jernih serta niat yang lurus tanpa pretense apalagi prasangka
buruk. Secara teoritik, memang konflik selalu berangkat dari adanya perbedaan
yang menimbulkan ketegangan dan pertentangan, tetapi pada akhirnya akan membawa
perubahan. Seperti dijelaskan oleh Horton
(1996:19) bahwa perspektif konflik memusatkan perhatian pada perbedaan,
ketegangan dan perubahan yang dipaksakan dan dipertahankan oleh masing-masing
pihak untuk memperoleh keuntungan.
Pertentangan apapun secara etimologi tidak bisa lepas dari konsep “konflik”, seperti disebutkan dalam
kamus Echols (1997:568) dengan
istilah oppsition, conflicting, conflict,
controversy, a conflict of desaires : pertentangan kemauan. Dalam ilmu
sosial, konflik juga merupakan salah satu perspektif yang banyak digunakan
untuk memandang gejala-gejala pertentangan dalam kehidupan masyarakat, selain
perspektif evolusionis, interaksionis, fenomenoligis, fungsionalis,
strukturalis yang juga digunakan untuk memahami aspek kehidupan masyarakat dari
cara pandang yang lain.
Menurut Randall Collins,
konflik merupakan proses sentral kehidupan sosial
sehingga dia tidak menganggap koflik itu baik atau buruk. Penyebab terjadinya
konflik bermacam-macam: dapat disebabkan perbedaan individu, latar belakang
budaya, kepentingan, ataupun perubahan-perubahan nilai yang cepat. Konflik
dalam pengertian longgar, yakni perbedaan sosio-kultural, politik, dan
ideologis di antara berbagai berbagai kelompok masyarakatyang pada dasarnya
tidak bisa dipisahkan dari keberadaan manusia dalam kehidupan kolektif. Sampai
kapanpun konflik akan selalu kita temui. Secara garis besar konflik terjadi
karena adanya sebuah perbedaan. Dimanapun dan kapanpun perbedaan selalu ada
sehingga konflik pun akan selalu ada ketika perbedaan itu ada sedangkan
perbedaan itu selalu ada dan tidak akan hilang.
Konsep konflik yang pernah dikembangkan Randall Collins ialah mengenai
konsep konflik integratif. Konsep integratif ibarat sepasang suami isteri yang
sangat berbeda jenisnya, laki-laki dan perempuan, berbeda adat istiadat, hobi
dan kebiasaan, berbeda selera, berbeda kemampuan, tetapi mereka bisa bersatu
mendukung terciptanya keluarga harmonis. Mengapa kok bisa, tentu saja
karena masing-masing pihak bisa saling mengerti, saling memahami, saling
menerima, meskipun mungkin latar belakang sosial budaya juga berbeda.
Berdasarkan konflok integratif dalam sosiologi yang dikembangkan Randall
Collins (1975) berkaitan dengan konflik ideologi. Berdasarkan teorinya Collins
dan Cosser berpendapat bahwa masyarakat beragama hidup dalam dunia subyektif
yang dibangunnya sendiri (that people
life in self constructed subyective worlds), dan masyarakat lain mempunyai
kekuatan untuk melalukan control. Masyarakat mempunyai persepsi sendiri
berdasarkan sistem budayanya, meskipun mungkin secara subyektif belum tentu
sesuai dengan sistem ideologi yang dianutnya. Berbeda dari beberapa ahli
sosiologi yang mempertentangkan teori konflik dengan teori
fungsional-struktural, justru Coser mengungkapkan komitmennya untuk menyatukan
kedua pendekatan tersebut.
Pertentangan atau konflik menurut konsep Ibnu Khaldun, lebih disebabkan oleh pemahaman atau persepsi yang
keliru terhadap makna “ashobiah”,
yang dianut oleh masyarakat jahiliyah sebelum lahirnya Islam. Konsep “ashobiah” Jahiliyah merupakan
perilaku yang tidak terpuji, timbul karena rasa sombong, takabur dan keinginan
untuk bergabung dengan suku yang kuat dan terhormat, sehingga sering
menimbulkan konflik antar suku yang ada di sekitarnya. Padahal konsep “ashobiah” sebenarnya mengandung
nilai-nilai solidaritas sosial berdasarkan ajaran agama, sesuai dengan makna “ashab” yang berarti hubungan
persahabatan atau “ishab” yang
berarti ikatan. Jadi “ashabiah”
berarti ikatan mental yang menghubungkan orang-orang secara kekeluargaan.
E. JONATHAN TURNER
Turner (1998) memberikan gambaran lahirnya teori konflik yang dimotori oleh
tiga orang tokohnya. Adapun ketiga tokoh yang mempunyai andil lahirnya
teori konflik tersebut, antara lain: Karl Marx, Max Weber, dan George Simmel.
Dari pembacaan penulis, Turner (1998)
kembali menekankan bahwa masing-masing tokoh yang melahirkan teori konflik
tersebut menyusun proposisi yang berbeda-beda tentang kejadian konflik di
masyarakat dari unit analisis yang berbeda pula. Hal ini senada dengan
pandangan Sanderson (2003) yang
menekankan tiga komponen dasar dalam analisis sistem sosiokultural.
Menurutnya bahwa komponen-komponen dasar sistem sosiokultural terdiri atas:
superstruktur ideologis, struktur sosial, dan infrastrukturl material. Ketiga
komponen dasar inilah, yang kemudian dijadikan pijakan para sosiolog dalam
menganalisis fenomena atau kejadian-kejadian sosial yang berlangsung.
Berdasarkan pijakan yang disusun Sanderson (2003), Karl Marx adalah satu
dari sekian tokoh sosiologi yang menjadikan infrastruktur material sebagai
determinasi sistem sosial yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat.
Dalam kaitannya dengan teori konflik, Turner (1998) menekankan bahwa Marx dalam
menyusun proposisinya tentang proses konflik didasarkan atas ketidaksetaraan
akses terhadap sumberdaya. Ketidaksertaan ini, kemudian menciptakan kelompok
(grup) yang memposisikan dirinya sebagai ordinat (dominasi) disatu sisi, dan
subordinat (termarjinalkan) pada sisi lainnya.
Selanjutnya, Marx dalam Turner (1998) mengatakan bahwa mereka yang
tersubordinasi akan menjadi peduli terhadap kepentingan kolektif mereka atas
dominasi kelompok ordinat dengan mempertanyakan pola distribusi sumberdaya alam
yang tidak merata tersebut. Akibatnya adalah rusaknya relasi (hubungan)
antara kelompok ordinat dengan kelompok subordinat disebabkan disposisi aleanatif
yang diciptakan oleh kelompok ordinat terhadap kelompok subordinat. Dalam
kondisi seperti ini, kelompok subordinat membangun kesatuan ideologi untuk
mempertanyakan sistem yang berlangsung dan melakukan ”perlawanan” melalui
kepemimpinan kolektif terhadap kelompok ordinat.
F. C. WRIGHT MILLS.
Mills adalah salah satu sosiolog Amerika yang berusaha menggabunkan
perspektif konflik dengan kritik terhadap keteraturan sosial[1][1]. Ia banyak dikritik karena
karya-karyanya terlau berisifat polemis dan menyerang kelompok-kelompok
tertentu. Mills yakin bahwa mungkin menciptakan syuatu masyarakt yang baik di
atas dasar pengetahuan dan bahwa kaum intelektual harus mengambil tanggung
jawab ini, yakni menciptakan sebuah masyarakat yang baik.
Jadi kesimpulannya, teori konflik
itu elemen-elemen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda sehingga mereka
berjuang untuk saling mengalahkan satu sama lain guna meperoleh kepentingan
yang sebesar-besarnya. Menurut karl Marx konflik merupakan salah satu kenyataan
sosial yang bisa ditemukan dimana-mana, sedangkan menurut Ralf Dahendorf masyarakat mempunyai 2 wajah yakni konflik dan
konsensus, kemudian menurut Jonathan
Turner konflik sebagai suatu proses dari peristiwa-peristiwa yang mengarah
pada interaksi yang disertai kekerasan antara dua pihak atau lebih, lalu
menurut Lewis Coser Ia memusatkan
perhatiannya pada fungsi-fungsi dari konflik, dan yang terakhir menurut C. Wright Mills Ia menggabungkan
perspektif konflik dengan kritik terhadap keteraturan sosial.
G. GEORGE SIMMEL
Interaksi yang terjadi baik antar individu maupun antar kelompok kadang
menimbulkan konflik, dan konflik merupakan pokok bahasan tersendiri yang
diuraikan oleh Simmel,menurut Simmel masalah mendasar dari setiap masyarakat
adalah konflik antara kekuatan-kekuatan sosial dan individu, karena, pertama,
sosial melekat kepada setiap individu dan, kedua, sosial dan unsur-unsur
individu dapat berbenturan dalam individu, meskipun pada sisi lain dari konflik
merupakan sarana mengintegrasikan individu-individu. Karena setiap individu
meiliki kepentingan yang berbeda-beda dan adanya benturan-benturan kepentingan
tersebut mencerminkan dari sikap-sikap individu tersebut dalam usahanya
memenuhi kebutuhannya, dari sikap yang nampak ini Simmel memiliki sebuah pemikiran
yang menghasilkan konsep individualisme ini (dari kepribadian yang berbeda)
terwujud dalam prinsip-prinsip ekonomi, masing-masing, persaingan bebas dan
pembagian kerja.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Konflik adalah suatu proses antara
dua orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan cara menghancurkannya atau membuatnya menjadi tidak berdaya. Konflik itu
sendiri merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat maupun yang tidak
pernah mengalami konflik antar anggota atau antar kelompok masyarakat lainnya,
konflik itu akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik yang dapat terkontrol akan menghasilkan integrasi yang baik, namun
sebaliknya integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan suatu konflik.
konflik organisasi menurut Robbins (1996)
adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara
dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh terhadap pihak-pihak yang
terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
B.
SARAN
Saya
menyarankan kepada pembaca agar memberi kritik dan saran terhadap makalah ini
yang berjudul “Teori dan Garis Besar Pemikiran Para Tokoh Teori
Konflik” yang sifatnya membangun, demi pembuatan makalah yang lebih baik ke
depannya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ritzer George, dan Goodman
Douglas J. 2008. Teori Sosiologi dari
Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Perum
Sidorejo Bumi Indah (SBI): Kreasi Wacana.
Kinloch Graham C. 2009. Perkembangan dan Paradigma Utama Teori
Sosiologi. Bandung: CV Pustaka Setia.
Internet:
Langganan:
Postingan (Atom)